Berbicara soal batik, rasanya tak akan pernah habis untuk dikupas. Terlebih kini batik telah menjadi gaya hidup bagi masyarakat Indonesia yang dapat digunakan oleh siapapun dan kapanpun. Di balik selembar kain batik ternyata menyimpan cerita yang “diwariskan” secara turun temurun melalui tradisi membatik. Pesona batik telah menginspirasi banyak insan kreatif dalam menggali nilai filosofis untuk dikembangkan menjadi produk kreatif yang dapat dinikmati oleh banyak kalangan. Sebagai warisan bangsa, batik telah menjelma menjadi sebuah identitas yang identik dengan Indonesia.
Secarik kain batik dapat merefleksikan Indonesia yang indah dan majemuk. Keberagaman corak, motif serta warna batik menggambarkan ke-“Bhineka Tunggal Ika”-an dari Indonesia. Setiap daerah penghasil batik di Indonesia memiliki karakteristiknya masing-masing yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang budayanya. Tak berlebihan jika kiranya aku menyebut batik sebagai sebuah “produk budaya” yang pakemnya terus dijaga hingga kini.
Batik Sebuah Perjalanan Historis
Sebagai orang Indonesia tulen, awalnya aku mengenal batiksebagai sebuah pakaian formal yang kerap dipakai untuk menghadiri acara tertentu. Namun siapa sangka bahwa batik telah menjadi pakaian keseharian masyarakat di Indonesia sejak beberapa abad silam. Dari salah satu literatur yang kutemukan, salah satu bukti bahwa batik telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia tergambar dari detail ukiran kain yang menyerupai pola sulur tumbuhan dan kembang-kembangan mirip pola batik tradisional Jawa masa kini yang digunakan oleh Prajnaparamita, arca Dewi Kebijaksanaan Buddha dari Jawa Timur abad ke-13. Diyakini, pola batik yang rumit tersebut hanya dapat dibuat dengan menggunakan canting.
Penelusuran tentang rekam jejak batik pun terangkum dalam literatur Eropa. Teknik membatik dari Indonesia pertama kali diceritakan pada tahun 1817 melalui buku “History of Java”. Hingga tercatat pada tahun 1900 batik dari Indonesia berhasil menuai decak kagum publik dan seniman dunia terutama saat dipamerkan di Exposition Universelle di Paris.
Sebagai kekayaan budaya Nusantara, batik merupakan potret perjalanan historis yang memuat berbagai cerita dalam rangkaian perkembangan perubahan zaman. Pertanyaan menggelitik pun akhirnya muncul dibenakku, lantas apa sebenarnya definisi dari batik itu sendiri? Tidak banyak yang mengetahui tentang definisi dari batik, karena pada umumnya kita cenderung melihat batiksebagai sebuah “warisan bangsa” atau bahkan hanya sepotong pakaian yang sedang nge-trend saat ini. Ternyata banyak definisi yang mencoba menjelaskan hakikat batik itu sendiri.
Sebagai kekayaan budaya Nusantara, batik merupakan potret perjalanan historis yang memuat berbagai cerita dalam rangkaian perkembangan perubahan zaman. Pertanyaan menggelitik pun akhirnya muncul dibenakku, lantas apa sebenarnya definisi dari batik itu sendiri? Tidak banyak yang mengetahui tentang definisi dari batik, karena pada umumnya kita cenderung melihat batiksebagai sebuah “warisan bangsa” atau bahkan hanya sepotong pakaian yang sedang nge-trend saat ini. Ternyata banyak definisi yang mencoba menjelaskan hakikat batik itu sendiri.
Diantara banyak definisi, salah satu yang ku ketahui adalah bahwa istilah batik berasal dari rangkaian dua kata dalam bahasa Jawa yaitu “amba” dan “tik”. Amba berarti menulis dan tik berarti titik. Dari rangkaian dua kata tersebut, ada yang menafsirkan batik sebagai ngambat titik atau rambatingtitik yang berarti rangkaian titik-titik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa membatik berarti menitikan malam dengan canting hingga tercipta corak yang terdiri atas susunan titik dan garis.
Jika sebelumnya telah kita ketahui definisi batik dari kajian makna dibalik istilahnya, maka lain halnya dengan definisi batik dari sudut pandang teknis pembuatannya berdasarkan hasil Konvensi Internasional Batik di Yogyakarta (1997) yang menyepakati bahwa secara umum batik adalah
proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax) sebagai alat perintang warna. Bilamana prosesnya tanpa menggunakan lilin batik maka tidak bisa dinamakan batik tetapi harus disebut tekstil bermotif batik. Sehingga jelas kini perbedaannya bahwa batik tercipta dari proses pembubuhan malam/lilin, jika tidak melalui proses ini maka hanya dapat disebut tekstil bermotif batik.
Definisi batikkemudian disempurnakan dalamKonvensi Internasional Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab tahun 2009 lalu batik didefinisikan sebagai:
Traditional handcrafted textile rich in intangible cultural values, passed down for generations in Java and elsewhere since early 19th Century , more widely since mid-1980s, made by applying dots and lines of hot wax to cloth using a copper pen-like instrument (canting tulis), or copper stamps (canting cap), as a resist to hand-dyeing later removed by boiling and/or scraping, repeating the process for each colour.
Dengan demikian, UNESCO mendefinisikan batikIndonesia sebagai kerajinan tradisional yang tertuang pada kain yang kaya nilai-nilai budaya tak benda. Batik diturunkan dari generasi ke generasi, dibuat dengan menorehkan titik dan garis menggunakan lilin panas pada kain dengan canting dan cap. Selanjutnya adalah proses pencelupan tangan. Lilin yang menempel, dihapus oleh air mendidih. Proses berikutnya berulang untuk setiap warna.
Tak heran jika pada 2 Oktober 2009, batikIndonesia dikukuhkan sebagai warisan budaya tak benda (intangible) oleh UNESCO dan dirayakan oleh segenap masyarakat Indonesia dengan ramai-ramai berbatik. Sejak pengakuan ini pula, batik semakin populer dan marak digunakan masyarakat sebagai bahan pakaian resmi maupun busana keseharian. Pengakuan PBB telah mengantarkan industri batik tanah air yang telah lama lesu di berbagai daerah kini mendadak kembali bergairah. Terbukti dari banyaknya toko batik dan butik batik di berbagai daerah hingga batik online sebagai pemain di dalam industri batik saat ini.
Cerita Di Balik Selembar Kain Batik
Membatik adalah sebuah teknik yang amat terikat pada tata nilai sosial-budaya yang berlaku dalam masyarakat satu daerah tertentu. Membuat batik memerlukan pengelolaan emosi, berupa gabungan kesabaran, cita rasa dan intuisi dalam keheningan hati. Bagi pembatik, untuk dapat berkarya tentu dibutuhkan seperangkat pengetahuan tentang seluk beluk batik, mulai dari pengetahuan tentang ragam rias berikut maknanya, pakemnya, hingga pengetahuan teknis soal proses pembuatannya. keseluruhan pengetahuan ini bersumber pada sistem pengetahuan budaya lokal yang diperoleh melalui proses interaksi sosial lingkungannya dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Inilah mengapa batikkerap disebut sebagai sebuah warisan budaya, karena terjadi proses transfer warisan pengetahuan yang selalu diturunkan kepada pembatik generasi selanjutnya.
Kain batik adalah kain yang memiliki tampilan berupa gambaran yang muncul sebagai akibat dari proses batikan. Gambar-gambar tersebut dihasilkan melalui proses yang terdiri atas pembubuhan malam dengan menggunakan canting tulis atau canting cap (proses nglengreng) yang selanjutnya dilakukan pemberian warna melalui proses pencelupan dalam cairan zat pewarna (proses ngobat). Corak pada kain batik yang penggambarannya dilakukan dengan canting tulis, disebut batik tulis. Sedangkan motif yang penggambarannya dilakukan dengan menggunakan canting cap, disebut batik cap. Untuk menjalankan tiap tahapan dalam proses membatik diperlukan keterampilan tangan yang cekatan, yang umumnya dipelajari secara turun-temurun. Dengan demikian kegiatan membatik dapat kita kategorikan bersama sebagai perilaku tradisi budaya.
Ragam corak dan warna batikdipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam budaya Indonesia serta asing. Batikdi lingkup keraton memliki ragam corak dan warna yang terbatas, khusus untuk beberapa corak tertentu bahkan hanya dapat digunakan oleh kalangan status sosial terbatas. Namun dengan berjalannya waktu, batik dari ranah pesisir mulai menyerap berbagai pengaruh dari luar, karena pada dasarnya masyarakat pesisir memang lebih terbuka. Mereka mendapatkan pengaruh dari para pedagang asing yang melakukan perdagangan, penjajah yang datang sehingga menjadi sebuah hasil akulturasi. Sebagai contoh, warna cerah seperti merah terang dipengaruhi oleh pendatang dari Cina. Masyarakat Tionghoa juga turut mempopulerkan corak burung merak dan naga sedangkan bangsa Eropa yang menjajah nusantara memberikan warna dominasi biru cerah hingga biru tinta.
Ragam corak dan warna batikdipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam budaya Indonesia serta asing. Batikdi lingkup keraton memliki ragam corak dan warna yang terbatas, khusus untuk beberapa corak tertentu bahkan hanya dapat digunakan oleh kalangan status sosial terbatas. Namun dengan berjalannya waktu, batik dari ranah pesisir mulai menyerap berbagai pengaruh dari luar, karena pada dasarnya masyarakat pesisir memang lebih terbuka. Mereka mendapatkan pengaruh dari para pedagang asing yang melakukan perdagangan, penjajah yang datang sehingga menjadi sebuah hasil akulturasi. Sebagai contoh, warna cerah seperti merah terang dipengaruhi oleh pendatang dari Cina. Masyarakat Tionghoa juga turut mempopulerkan corak burung merak dan naga sedangkan bangsa Eropa yang menjajah nusantara memberikan warna dominasi biru cerah hingga biru tinta.
Selembar kain batik juga menyimpan cerita di balik motifnya. Seperti contoh motif batik kumpeni yang berasal dari Cirebon, menggambarkan situasi kehidupan masyarakat Cirebon di bawah jajahan Belanda pada saat itu. Cerita lainnya berasal dari tanah pasundan, tepatnya kota Garut yang juga terkenal dengan batik motif Merak Ngibing-nya. Motif ini terinspirasi dari pesona burung merak yang kerap memamerkan kecantikannya. Cerita batik lainnya yang selalu membuatku kagum adalah bagi pembatik, kegiatan membatik kerap diiringi dengan kegiatan nembang, babacaan atau sholawatan. Sembari membatik, biasanya para pembatik kerap melantunkan ayat-ayat suci ataupun puji-pujian dengan harapan agar si pemakai kain batik selalu diberikan keselamatan dan kesehatan. Melihat banyaknya cerita di balik selembar kain batik kian menyadarkanku bahwa kegiatan membatik adalah sebuah “nafas” bagi para pembatik yang tidak hanya digunakan untuk meneruskan tradisi leluhur, namun juga sebagai penopang untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Transformasi Batik Sebagai Produk Kreatif
Ternyata di tahun 1970-an, batik Indonesia sempat diunggulkan sebagai busana resmi di Indonesia oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Para pegawai lelaki di kantor pemerintahan DKI Jakarta diwajibkan mengenakan kemeja batik berlengan panjang saat menghadiri acara resmi untuk menggantikan busana sipil lengkap ataupun jas yang biasa dikenakan pada acara resmi tertentu.
Perkembangan industri batik yang sangat pesat di Indonesia tidak hanya terbatas menghasilkan produk sandang saja. Kini batik telah bertransformasi menjadi produk lainnya untuk berbagai aplikasi keperluan diantaranya sebagai:
· Sandang: berupa busana tradisional, kain panjang, sarung, kerudung, selendang, ikat kepala, busana utama ataupun kemben.
· Busana modern: rok, bahan untuk kain, gaun, scarf, dasi, saputangan, T-shirt, dompet, tas dan sandal
· Bahan kebutuhan rumah tangga: serbet, alas piring, taplak meja, sarung bantal dan seprai
· Pelengkap interior: gorden, bedcover
· Elemen estetis: lukisan, hiasan dinding, map dan lainnya
· Seni kriya: patchwork, kartu bergambar dan lainnya
Melihat geliat industri batik yang semakin berkembang, dipacu oleh daya beli masyarakat yang semakin tinggi untuk belanja batik kian mendorong roda ekonomi yang disumbangkan oleh industri kreatif terhadap pendapatan nasional. Di dalam negeri, industri batik dapat ditemukan di berbagai daerah baik di Jawa maupun di luar Jawa, baik dalam skala industri rumah tangga, industri kecil, menengah maupun besar. Perdagangan dan jual beli batik pun dapat ditemukan di setiap tempat, dari toko batik di pasar tradisional, butik batik elit hingga toko batik online yang memudahkan masyarakat untuk berbatik.
Kreatifitas Kunci Keberlangsungan Batik
Kreatifitas merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk menjangkau masa depan. Mengutip sebuah buku karya futurist Alvin Toffler, Future Shock (1970) bahwa gelombang ekonomi terjadi dalam tiga gelombang yaitu (1) pertanian, (2) industri, (3) informasi. Sementara dalam era kekinian, ada gelombang ekonomi keempat, yaitu “gelombang ekonomi” kreatif.
Mahakarya seni batik ibarat sebuah buku sejarah dan filsafat yang sarat akan makna kearifan. Ketika batik mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebaai warisan budaya tak benda bersama dengan wayang, keris dan angklung, bersamaan dengan itu pasca-kesepakatan dalam ASEAN-China Free Trade Ascociation(ACFTA) pada 1 Januari 2010, serbuan produk buatan Cina yang tampak menyerupai batik dan/atau mofif batik pun membanjiri pasar dalam negeri Indonesia.
Daniel Pink dalam bukunya “The Whole New Mind” (2006) mengatakan bahwa sektor yang dapat dikembangkan oleh negara maju, yang sulit ditiru negara lain adalah sektor yang banyak melibatkan kemampuan otak kanan seperti aspek art, beauty, design, play, story, humor, symphony, caring, empathy dan meaning. Hal ini dikarenakan seluruh elemen tersebut memerlukan suatu kapabilitas yang melibatkan kreatifitas.
Memang salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri batik adalah kreatifitas. Untuk menunjang keberlangsungan batik, pengembangan kreativitas dalam berinovasi dengan batikdiharapkan mampu memberikan peluang untuk meningkatkan value-added bagi masyarakat luas. Kreatifitas industri batiksebenarnya sudah mulai tergambar dari semarak pemain batik yang mulai menciptakan kreasi batik tak sebatas hanya sebagai bahan sandang, namun berupa produk kreatif yang dapat digunakan sehari-hari. Kreatifitas yang ku maksud diarahkan pada dua hal, pertama terkait kreatifitas dalam berkarya dan kedua kreatifitas dalam pemasaran batik.
Kecintaan masyarakat Indonesia akan batik sudah tidak diragukan lagi untuk saat ini, namun tidak berarti masyarakat akan mengalami kejenuhan bukan? Diperlukan inovasi dalam berkreasi untuk menciptakan sebuah karya yang unik dan berbeda dari karya batik pada umumnya. Sebagai contoh, motif batik bisa diaplikasikan menjadi banyak barang kerajinan seperti tas, sepatu, ataupun sandal sehingga masyarakat tetap dapat menikmati batikdengan nuansa yang berbeda. Ide lainnya dimungkinkan dengan kreasi kolaborasi antar motif batik yang berbeda asal pembuatannya. Sangat dimungkinkan untuk semisal memadukan batik pesisiran yang identik dengan warna cerah dengan batikmotif keraton yang lekat dengan warna lembut. Hal ini ditujukan untuk menciptakan satu nilai tambah lebih bagi batik itu sendiri. Dalam hal ini, mengutip pendapat Sri Puji Astuti SSn MT dosen Prodi D-3 Teknologi Batik Universitas Pekalongan mengungkapkan bahwa dewasa ini, perkembangan batik yang begitu variatif adalah merupakan bagian dari proses kreatif. Meskipun tampilan batik tidak lagi terpaku pada pola klasik sebagaimana awal kehadirannya dalam khazanah budaya Indonesia, namun hal tersebut merupakan ’’penyelewengan’’ akibat proses transformasi, tetapi dalam konteks yang positif.
Kita pahami bersama bahwa fleksibilitas merupakan sarana bagi kreatifitas. Dari segi pemasaran, para pemain di industri batik pun kini dapat mulai memasarkan produknya dengan lebih kreatif, baik melalui galeri butik batik ataupun lewat toko batik online. Tingkat penetrasi internet masyarakat Indonesia yang cukup tinggi di satu sisi membawa peluang besar bagi para pemain di industri batik untuk memasarkan batik dengan lebih fleksibel. Karakteristik pengguna internet yang kadang menuntut kecepatan dan kemudahan dapat menjadi kesempatan untuk memasarkan batik bagi para pecintanya dengan lebih cepat dan mudah. Internet pada akhirnya telah memutus hambatan jarak dan waktu. Proses jual-beli batik dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun tanpa terikat jarak dan waktu.
Kreatifitas dalam hal pemasaran melalui toko batik onlineselain mempermudah konsumen untuk belanja batik tentunya mengangkat citra batiksebagai produk “high fashion” yang modern.
Kreatifitas menjadi sebuah harga mati untuk dapat terus melestarikan batik di tengah “perang” untuk memenangkan nilai tambah dalam menghadapi persaingan di masa mendatang. Untuk itu, tidak ada jalan lain kecuali menjadi kreatif.
Berbatik, Dukungan Bagi Keberlangsungan Industri Batik
Para perajin dan industri batik harus berbangga hati, karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono pada pameran kerajinan Indonesia Inacraft ke-14 (2012) di Jakarta Convention Center menyebut mereka sebagai “Pahlawan Ekonomi”, sekaligus juga mengingatkan agar para perajin batiksegera mendaftarkan hak paten atas ciptaan karyanya agar terhindar dari pembajakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Industri batik dapat menjadi lahan pekerjaan yang mampu memutar roda perekonomian masyarakat Indonesia. Dukungan untuk terus menjaga keberlangsungan batik di industri kreatif tentunya perlu kita lakukan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Secara individual, dukungan atas batik dapat kita lakukan dengan berbatik atau memakai batik untuk menjadikan batik sebagai sebuah gaya hidup.Memakai batik adalah langkah paling sederhana yang dapat kita lakukan untuk terus meneguhkan batik sebagai identitas bangsa Indonesia. Kini, makin tersedia pilihan batik dengan ragam motif dan warna yang dapat menambah antusiasme kita dalam berbatik.
Batik merupakan kumpulan petuah dan petitih serta cermin pengetahuan sebagai refleksi intelektualitas yang ingin diturunkan pada generasi Indonesia. Dengan menggunakan batik, berarti kita terus berupaya menjaga roda kebangsaan tetap berjalan. Meneruskan tangan-tangan cekatan untuk melukis corak negeri lewat batik. Bertutur tentang Indonesia. Dan menjaga indahnya harmoni bangsa dalam karya seni. Untuk itulah, Aku berbatik!
Referensi:
- Batik Nusantara: Makna Filosofis, Cara Pembuatan & Industri Batik oleh Ari Wulandari
- Batik Lukis Basu SD oleh Marissa Haque & Meta Ayu Thereskova
- The Dancing Peacock: Colours and Motifs of Priyangan Batik oleh Didit Pradito, Herman Jusuf & Saftiyaningsih Ken Atik
- http://health.kompas.com/read/2012/04/26/02570918/Presiden.Perajin.Pahlawan.Ekonomi
- http://teknologibatik.unikal.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=83:gejala-transformasi-batik&catid=39:berita&Itemid=79
0 comments:
Post a Comment